Selasa, Maret 03, 2009

Krisis Ekonomi

Lagi dan Lagi, Krisis di Tubuh Perekonomian



       Kondisi perekonomian global semakin memburuk sejak krisis Subprime Mortgage melanda AS, bulan Juli tahun 2007. Saat ini perekonomian global sedang mengalami kondisi yang pasang surut, akibat krisis ekonomi yang ”ditimbulkan” oleh Amerika Serikat. Agar kondisi ini dapat dilalui, beberapa negara mulai berencana mengeluarkan paket stimulus fiskal senilai triliunan dollar. Emerging Markets zona Asia sejauh ini sudah mengeluarkan hampir 700 miliar dollar AS dalam bentuk stimulus fiskal. Bank-bank sentral di Asia ini pun saling berlomba menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat. Negara Uni Eropa pun ikut menerapkan paket penyelamatan ini. Jerman dengan 104,1 miliar dollar AS, diikuti oleh Italia sebesar 102,8 miliar dollar AS, Spanyol 8,9 miliar dollar AS, hingga Norwegia dan Portugal dengan nominal 2,8 miliar dollar AS. Tapi apakah dengan hanya melakukan stimulus fiskal, tiap negara akan setidaknya selamat dan aman dari krisis global ini? Ternyata hal ini diingatkan oleh Bank Dunia, stimulus hanya mampu mengurangi daya rusak dari krisis global, tapi tidak bisa mengkompensasi kolapsnya permintaan global atau mengembalikan potensi pertumbuhan ekonomi yang dimiliki emerging markets. Jadi jawaban dari pertanyaan diatas adalah, tidak.
       IMF merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun 2009 dari 2,2 persen (November 2008) menjadi 0,5 persen. Proyeksi pertumbuhan negara berkembang Asia dipangkas menjadi 5,5 persen. China pun diperkirakan pertumbuhan ekonominya hanya akan tumbuh 6,7 persen dibanding tahun 2008 yang mencapai 8,5 persen. Krisis global yang sangat mengkhawatirkan ini, membuat target pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah revisi sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen yang ditargetkan pemerintah mulai diragukan banyak pihak dan para ekonom. Mereka terus berspekulasi adanya kemungkinan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen pun tak akan bisa dipenuhi. Walaupun pesimis dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia, para ekonom meyakini perekonomian global akan ”sembuh” pada tahun 2010, yang didominasi oleh negara-negara Asia.
       Kini, para kalangan ekonomi dunia mencemaskan terjadinya deflasi (harga-harga yang cenderung turun) di AS, yang sangat berpotensi menimbulkan situasi ”Tragedi 1930”, atau yang lebih dikenal dengan ’Great Depression’ (Depresi Besar). Deflasi membuat para konsumen menunggu harga jatuh lebih rendah untuk melakukan pembelian sehingga membuat ekonomi makin terpuruk. Deflasi juga menunda para investor yang ingin berinvestasi. Mereka takut merugi, apalagi kalau sampai berhutang untuk melakukan investasi.